REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ustaz HM Arifin Ilham
Sebut saja namanya Pak Misrun. Seorang mandor sebuah pengembang perumahan. Selama ini perusahaan yang mempekerjakannya selalu puas atas kinerjanya. Usianya sudah menginjak kepala enam. Fisiknya sudah terlihat rapuh.
Pernah suatu waktu, Pak Misrun yang sadar fisiknya tidak seprima 20 tahun yang lalu menyampaikan untuk mengundurkan diri. Tapi selalu ditolak halus oleh pimpinannya. Sampai tibalah di hari itu, Pak Misrun ingin berpamit untuk berhenti kerja.
Namun, kali ini sepertinya akan dikabulkan. Boleh, jika Pak Misrun ingin mengundurkan diri tapi mohon kerjakan satu proyek rumah untuk yang terakhir kali, ujar sang pimpinan.
Pak Misrun sebenarnya sudah tidak bisa menikmati segala macam pekerjaannya ini. Sehingga, meski diterima, tapi tidak dengan semangat seperti awal-awal dia bekerja.
Kali ini dia mengerjakannya asal-asalan, setengah hati, dan cenderung yang penting selesai, pilihan bahan-bahan bangunan dan furnitur pun tidak seperti biasa.
Singkat cerita, selesai sudah proyek rumah besar tersebut. Dan Pak Misrun pun berniat menghadap sang pimpinan. Beberapa kunci rumah dan kamar di genggamnya.
Namun, ketika hendak masuk ruangan si bos, sekretaris kantor memberi kabar si bos sedang mengerjakan umrah dan menitipkan dua amplop besar untuknya. Penasaran dengan isi dari dua amplop tersebut, Pak Misrun membukanya dengan seksama.
Amplop pertama berisi ucapan terima kasih perusahaan kepada beliau atas pengabdiannya selama ini. Sedangkan amplop kedua berisi Surat Sertifikat Tanah.
Sedikit terkaget, ketika isi surat kepemilikan tanah tersebut ternyata mencantumkan nama beliau sebagai pemilik dari rumah yang baru saja diselesaikannya.
Terselip secarik kertas kecil, tulisan tangan sang pimpinan, Dengan telah dibukanya kedua amplop ini saya mengucapkan untuk terakhir kalinya ucapan terima kasih atas pengabdian yang tulus dari Pak Misrun untuk perusahaan ini.
Sebagai tanda mata kami, mohon berkenan menerima satu unit rumah dengan seluruh isi yang telah Pak Misrun siapkan. Kunci langsung saja dipegang untuk selamanya oleh Pak Misrun. Kontan, berbagai gejolak rasa menyergap hatinya.
Di antara rupa-rupa rasa itu adalah penyesalan yang tak terhingga. Kenapa, untuk terakhir dia bekerja, dia tidak maksimal mengerjakan proyek yang sebenarnya direncanakan untuk sebuah hadiah atas pengabdiannya selama ini.
Ikhwah, begitulah sebuah fragmen cerita untuk kita unduh hikmahnya. Ternyata atas semua pengabdian kita selama ini, pada titik tertentu pasti Allah akan memberi apresiasi yang tidak kita duga sebelumnya. Dan itu adalah haq.
Apresiasi Allah terkadang sesuai dengan yang sudah kita kerjakan atau bahkan dilebihkan dari yang telah kita persembahkan (baca QS al-Muzamil, 20). Wallahu a'lam.
Sumber:http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/14/08/18/nahmnx-kisah-akhir-pak-misrun
Komentar
Posting Komentar